Pada suatu hari, ibu guru meminta anak itu dan semua murid kelas 3 membuka buku pelajaran PKN.tentang harga diri. Setelah menerangkan panjang kali lebar, lengkap dengan contoh-contohnya, ibu guru mengambil kesimpulan atas pelajaran itu.
“Jadi harga diri adalah penilaian seseorang terhadap diri orang lain. Orang lain menilai diri kita berdasarkan tingkah laku kita. Paham anak-anak?” tanya ibu guru.
Murid-murid serentak menjawab, “Pahaaaaaaaaaam …”
Ibu guru melanjutkan penjelasannya. “Harga diri seseorang berperan penting dalam pergaulan. Orang yang harga dirinya baik adalah jika orang itu bertingkah laku sesuai norma. Sebaliknya, orang yang harga dirinya tidak baik adalah orang tingkah lakunya tidak sesuai norma. Tahu bedanya anak-anak?”
Anak itu menjawab berbarengan dengan teman-temannya, “Tahuuuuuuuuu …”
“Nah, kalau sudah tahu, sekarang ibu akan memberikan PR untuk kalian. Kalian harus membawa gambar-gambar contoh orang yang harga dirinya tidak baik. Tidak usah banyak-banyak. Satu saja sudah cukup. Besok dikumpulkan ya. Mengerti?” tanya ibu guru.
“Mengertiiiiiiiiiii …” jawab murid-murid. Dan bel tanda pelajaran berakhir pun berdentang. Murid-murid pulang dengan riang.

  Di kantor ayah, keesokan hari. Terdengae suara telepon masuk dari telepon genggamnya.
“Halo, selamat siang … ” dia menyapa ramah si penelepon.
“Selamat siang, Pak. Saya ibu guru anak Bapak,” jawab suara di ujung telepon.
“Oh, eh, err … iya. Apa kabar, Bu? Tumben menelepon. Ada apa ya, Bu? Ada masalah dengan anak saya?” tanya sang ayah sedikit gugup. Jarang-jarang ibu guru menelepon.
“Begini Pak. Kemarin saya memberi murid-murid saya PR untuk mencari gambar orang yang harga dirinya tidak baik. Kawan-kawannya mengerjakan PR itu sesuai perkiraan saya. Ada yang mengumpulkan foto tukang becak, ada yang memberikan gambar pengemis, tukang sapu jalanan, copet yang tertangkap, dan sebagainya. Cuma anak Bapak yang beda. Saya penasaran, bagaimana bisa dia menyerahkan gambar seperti itu. Aneh sekali.”
“Waduh, memangnya anak saya mengumpulkan gambar apa, Bu?” tanya sang ayah sedikit panik.
“Poster caleg,” jawab ibu guru.